Anatomi dan fisiologi jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang, 2 ruang terletak di belakang (beberapa menulis sebagai ruang “atas”) yang disebut sebagai “atrium” (serambi jantung), 2 ruang terletak di depan (beberapa menulis sebagai ruang “bawah”) yang disebut sebagai “ventrikel” (bilik jantung).
Pada kondisi normal, atrium berkontraksi dulu baru ventrikel dengan denyut antara 60 -100 kali/menit. Kontraksi ini disebabkan adanya cetusan listrik yang dihasilkan oleh bagian jantung bernama nodus sinus. Listrik dari pacu jantung alamiah ini akan menyebar ke seluruh bagian atrium kanan dan kiri, lalu menuju ke ventrikel melalui nodus Atrioventrikular (AV).
Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium atau Atrial fibrillation (AF) merupakan kelainan irama jantung tersering, yang dapat meningkatkan risiko stroke atau gagal jantung.
Mekanisme normal ritme jantung.
Pada keadaan AF, listrik jantung di bagian atrium tidak terkoordinasi dan terbentuk secara cepat (300-600 kali/menit). Sumber listrik abnormal ini paling banyak berasal dari pembuluh darah balik (vena) yang masuk ke atrium kanan (dinamakan vena pulmonalis).
(Gambar diambil dari https://www.healthcitycaymanislands.com/ca-en/atrial-graphic-2/)
Listrik yang tidak teratur dari atrium, akan masuk ke ventrikel menyebabkan kontraksi ventrikel yang tidak teratur dan berpotensi menurunkan efisiensi pompa jantung.
Gejala AF
Sebagian besar orang yang mengalami AF dapat tidak menunjukkan gejala sama sekali (asimptomatik). Diperkirakan sekitar lebih dari 50% pasien dengan AF tidak menyadari adanya perubahan apapun. Pada kondisi semacam ini, AF terdiagnosis secara kebetulan melalui pemeriksaan medis. Gejala yang biasanya dialami oleh seseorang dengan AF adalah perasaan berdebar-debar. Pada kondisi AF, sensasi berdebar dapat disebabkan karena denyut yang terlalu cepat, maupun karena ketidakteraturan irama jantung.
Gejala lainnya yang bisa dirasakan adalah lemas, tidak bertenaga, ketidakmampuan melakukan olahraga/aktivitas fisik, rasa melayang, rasa tidak nyaman di dada, yang berhubungan dengan tidak efisiennya pompa jantung.
Siapa saja yang berisiko terkena AF?
Semua orang dapat mengalami kondisi ini, namun sudah diketahui beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seseorang terkena AF, antara lain:
1) Usia - Risiko terjadinya AF meningkat seiring dengan pertambahan usia
2) Jenis kelamin - AF lebih banyak ditemukan pada pria dibanding wanita
3) Kebiasaan (merokok, alkohol, kurang bergerak/sedentary)
4) Hipertensi
5) Diabetes melitus
6) Penyakit jantung koroner
7) Penyakit katup jantung
8) Riwayat operasi jantung sebelumnya
Mengapa AF berbahaya?
AF dapat berakibat buruk, dan akibat dari AF tidak tergantung dari berat atau ringannya gejala yang dirasakan. Pada kondisi AF tanpa gejala pun, AF dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi utama dari AF adalah stroke iskemik (stroke yang disebabkan oleh sumbatan aliran pembuluh darah otak). Pada kondisi AF, kontraksi atrium yang tidak teratur menyebabkan aliran darah yang tidak lancar. Kondisi ini selanjutnya mempermudah terbentuknya gumpalan bekuan darah (trombus). Adanya trombus ini pada suatu saat mungkin terbawa aliran darah dan tersangkut di pembuluh darah (suatu proses yang dikenal sebagai tromboemboli). Bila bekuan ini menyumbat di pembuluh darah otak, maka dapat menyebabkan stroke. Stroke yang terjadi sebagai akibat dari AF cenderung lebih berat dan fatal. Selain stroke, tromboemboli juga dapat menuju pembuluh darah tempat lain, seperti di mata (buta mendadak), ginjal (gagal ginjal), dan kaki (iskemia tungkai akut/penurunan asupan darah tungkai). Diperkirakan seseorang dengan AF memiliki risiko 2-5 kali lebih tinggi untuk mengalami stroke.
(Gambar diambil dari Chen-Scarabelli et al, 2015)
Komplikasi lain dari AF adalah payah jantung/gagal jantung, yaitu suatu kondisi ketidakmampuan jantung dalam memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini terjadi karena tidak efisiennya pompa jantung akibat denyut yang terlalu cepat dan tidak teratur. Jantung juga kehilangan daya dorong dari atrium yang mengalami AF, sehingga keluaran pompa jantung dapat menurun ±10-20%.
Seseorang dengan AF memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk mengalami gagal jantung dalam waktu 5 tahun bila dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki AF.
Saat ini juga diketahui bahwa AF lebih meningkatkan risiko untuk terjadinya demensia pada usia lanjut. Semua hal ini menyebabkan AF menjadi salah satu faktor penyebab penurunan kualitas hidup yang sangat besar. Terapi yang menyeluruh dapat membantu mengurangi risiko komplikasi dari AF.
Apakah target pengobatan AF?
Karena sifat AF dapat hilang-timbul, tidak semua pasien AF mengalami AF yang berlangsung terus-menerus. Target pengobatan AF tentunya akan tergantung dari jenis AF dan gejala yang dialami pasien. Target utama dari penatalaksanaan AF adalah pencegahan stroke. Tergantung dari kondisi pasien, beberapa pasien memerlukan obat anti penggumpalan darah (oral anticoagulant). Pada kondisi khusus, pasien dapat menjalani operasi tertentu atau tindakan invasif nonbedah untuk mengurangi risiko stroke akibat AF.
Target berikutnya adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah penurunan fungsi jantung. Hal ini biasanya menggunakan obat-obatan untuk menurunkan laju nadi/denyut jantung (kontrol denyut jantung), atau pada beberapa keadaan dapat digunakan obat-obatan/tindakan untuk merubah irama jantung (kontrol irama) dalam AF kembali menjadi normal.
Modalitas pengobatan AF
1) Kardioversi elektrik (electrical cardioversion)
Pasien yang berada dalam kondisi AF terus-menerus dapat dipertimbangkan untuk dilakukan kardioversi elektrik. Ini adalah suatu tindakan memberikan kejut listrik kepada jantung, dengan harapan mengembalikan irama jantung yang normal. Tindakan ini cukup aman, namun bisa terjadi pelepasan bekuan darah yang sempat terbentuk sebelumnya di atrium dan terjadi tromboemboli. Risiko ini sangat kecil, dan lebih diperkecil dengan pemberian antikoagulan sebelum/sesudah tindakan, serta evaluasi tambahan menggunakan ekokardiografi transesofageal (USG jantung melalui kerongkongan) mungkin diperlukan.
2) Kardioversi farmakologik(pharmacological cardioversion)
Kardioversi farmakologik merupakan modalitas pengobatan yang berusaha mengendalikan irama jantung agar kembali menjadi normal melalui obat-obatan. Obat-obatan tersebut dapat diberikan melalui infus dan kemudian dilanjutkan dalam jangka waktu yang lama untuk mempertahankan irama normal. Modalitas ini dapat dikombinasikan dengan kardioversi elektrik untuk meningkatkan keberhasilan kontrol irama jantung. Obat-obatan ini dikenal sebagai “anti-aritmia”.
3) Obat penurun laju nadi (denyut jantung)
Pengobatan yang biasa diberikan pada hampir seluruh pasien dengan AF adalah obat-obatan penurun laju denyut jantung (seperti bisoprolol, digoxin, dan lain-lain). Dengan menurunkan laju denyut jantung, diharapkan beban kerja jantung menurun dan pompa jantung lebih efisien. Obat-obatan ini diberikan, baik pada mereka yang belum dilakukan kardioversi, maupun sesudahnya. Obat-obatan ini juga sering diberikan pada pasien-pasien tertentu paska dilakukan ablasi.
4) Obat anti penggumpalan darah (anticoagulant)
Obat-obatan yang dikenal sebagai obat “pengencer darah” dapat berupa anti agregasi trombosit (seperti aspirin, clopidogrel) dan antikoagulan (seperti warfarin). Pada kondisi AF, obat yang dipilih biasanya adalah antikoagulan (anti penggumpalan darah). Warfarin membutuhkan pemantauan khusus dalam darah, dan kadarnya dalam tubuh dipengaruhi oleh makanan. Antikoagulan generasi baru (seperti rivaroxaban, apixaban, edoxaban, dabigatran) tidak memerlukan pemantauan terapi karena kadarnya diperkirakan lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh makanan. Pada saat mengkonsumsi obat-obatan ini, perlu memperhatikan efek samping perdarahan; adanya memar/perdarahan abnormal perlu dilaporkan kepada tenaga medis.
5) Ablasi
Ablasi merupakan suatu tindakan invasif yang bertujuan untuk memadamkan aktivitas listrik sebagian jaringan jantung. Pada AF, biasanya dilakukan di atrium kiri, sehingga membutuhkan tindakan tambahan berupa tusukan di dinding jantung. Prosedur ini dapat menghentikan AF dan mengurangi kekambuhan AF di masa mendatang, namun tidak semua pasien AF membutuhkan tindakan ini. Biasanya prosedur ini dilakukan pada pasien yang tidak mempan/intoleransi terhadap obat-obatan anti-aritimia.
REFERENSI
Nesheiwat Z, Goyal A, Jagtap M. Atrial Fibrillation (A Fib). In: StatPearls. StatPearls Publishing; 2019.
Patient education: Atrial fibrillation (Beyond the Basics) [Internet]. UpToDate. Available from: https://www.uptodate.com/contents/atrial-fibrillation-beyond-the-basics?search=atrial%20fibrillation&source=search_result&selectedTitle=1~15&usage_type=default&display_rank=1
What are the Symptoms of Atrial Fibrillation (AFib or AF)? [Internet]. American Heart Association. Available from: https://www.heart.org/en/health-topics/atrial-fibrillation/what-are-the-symptoms-of-atrial-fibrillation-afib-or-af
Atrial Fibrillation [Internet]. Mayo Clinic. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/atrial-fibrillation/diagnosis-treatment/drc-20350630
Vyas V, Lambiase P. Obesity and Atrial Fibrillation: Epidemiology, Pathophysiology and Novel Therapeutic Opportunities. Arrhythm Electrophysiol Rev. 2019 Mar;8(1):28–36.
Wang A, Green JB, Halperin JL, Piccini JP. Atrial Fibrillation and Diabetes Mellitus. Journal of the American College of Cardiology. 2019 Aug 27;74(8):1107.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. 1st ed. Centra Communications; 2014.
Kavousi M. Differences in Epidemiology and Risk Factors for Atrial Fibrillation Between Women and Men. Front Cardiovasc Med. 2020 Jan 31;7:3–3.