top of page
Gambar penulisSimon Salim, Valerie Hirsy

Henti Jantung Mendadak

Diperbarui: 22 Agu 2020

Pendahuluan

Henti jantung mendadak (Sudden Cardiac Arrest) adalah kondisi gawat darurat ketika jantung berhenti bekerja secara tiba-tiba. Kondisi ini biasanya terjadi karena adanya gangguan aliran listrik jantung sehingga jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh.

Banyak orang menyebut henti jantung mendadak sebagai serangan jantung. Namun, kedua kondisi ini sebenarnya berbeda, meskipun serangan jantung dapat menyebabkan menyebabkan henti jantung mendadak. Berikut ini perbedaan kedua kondisi tersebut :



Gejala

Sebagian besar pasien yang mengalami henti jantung mendadak tidak merasakan gejala apapun sebelumnya. Pasien dapat tiba-tiba kehilangan kesadaran, tidak bernafas dan tidak memiliki denyut nadi saat diperiksa. Hal ini diakibatkan karena jantung berhenti memompa darah ke otak dan seluruh tubuh secara mendadak. Namun beberapa pasien dapat merasakan beberapa hal sebelum hilang kesadaran, seperti pusing, sesak, nyeri dada/ulu hati, serta mual atau muntah.

Apabila Anda mengalami gejala-gejala tersebut, terutama jika Anda memang sudah memiliki penyakit jantung yang diketahui sebelumnya, segera periksakan diri ke dokter. Namun, karena henti jantung mendadak sering terjadi tanpa gejala sebelumnya, maka Anda perlu mengetahui faktor-faktor risiko yang Anda miliki untuk melakukan pemeriksaan dini ke dokter.


Penyebab

Henti jantung mendadak disebabkan oleh gangguan irama jantung (aritmia). Aritmia yang paling sering menyebabkan henti jantung mendadak adalah fibrilasi ventrikel, yaitu saat jantung berdetak sangat cepat dan tidak teratur (seperti hanya bergetar). Apabila hal ini terjadi, jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan baik dan kematian dapat terjadi dalam beberapa menit apabila kondisi ini tidak segera ditangani.

Beberapa kondisi atau penyakit tertentu dapat menyebabkan gangguan irama jantung yang pada akhirnya mengakibatkan henti jantung mendadak, seperti :

  • Penyakit jantung koroner

  • Serangan jantung atau riwayat serangan sebelumnya : Serangan jantung dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan meninggalkan luka pada jaringan jantung, yang kemudian dapat mengganggu aliran listrik jantung sehingga menghasilkan gangguan irama jantung.

  • Kelainan otot jantung (kardiomiopati) : Otot jantung yang melebar atau menebal meningkatkan risiko terjadinya aritmia.

  • Kelainan katup jantung : Kelainan katup jantung lama kelamaan dapat menyebabkan otot jantung teregang atau menebal. Hal ini dapat memicu terjadinya aritmia.

  • Penyakit jantung bawaan

  • Gangguan sistem konduksi jantung : Beberapa orang memiliki struktur jantung yang normal, namun masalahnya terletak pada aliran listrik jantungnya. Hal ini dapat dilihat pada penderita sindrom Brugada dan Sindrom QT memanjang (long QT syndrome).

  • Kelainan elektrolit : kadar kalium dan magnesium yang tidak normal dapat mencetuskan gangguan irama jantung.

  • Penyalahgunaan obat-obatan

Selain kondisi-kondisi medis diatas, terdapat beberapa kondisi maupun gaya hidup seseorang yang dapat meningkatkan risiko terjadinya henti jantung mendadak. Orang yang memiliki penyakit diabetes lebih berisiko mengalami henti jantung mendadak karena diabetes menyebabkan kerusakan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah di jantung. Kondisi ini juga berhubungan dengan obesitas. Obesitas atau berat badan berlebih dapat mencetuskan berbagai penyakit metabolik seperti hipertensi dan diabetes. Selain itu obesitas juga memicu pengeluaran zat-zat dalam tubuh yang dapat mengganggu struktur dan fungsi jantung dan pembuluh darah.

Kebiasaan merokok juga menjadi salah satu faktor risiko berbagai penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko terjadinya henti jantung mendadak. Risiko seseorang mengalami henti jantung mendadak meningkat 8% setiap 5 tahun merokok.

Orang yang bekerja sebagai atlet memiliki risiko lebih tinggi mengalami henti jantung mendadak dibanding populasi umum. Atlet yang memiliki risiko ini kebanyakan adalah laki-laki, dari ras negro, dan biasanya pemain basket. Angka kejadian henti jantung mendadak pada seorang atlet berkisar 1 dari 40,000 hingga 1 dari 80,000 per tahun. Selain pekerjaan, apabila Anda memiliki riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung atau mengalami kematian mendadak, anda juga berisiko mengalami henti jantung mendadak.

Komplikasi

Saat jantung berhenti bekerja, maka jantung tidak dapat memompa darah ke organ-organ tubuh. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan organ-organ tersebut, terutama di jaringan otak. Apabila otak kekurangan aliran darah yang kaya oksigen, pasien bisa kehilangan kesadaran, dan jika tidak segera ditangani dapat berakhir pada kematian. Terkadang, orang yang berhasil diselamatkan dari henti jantung mendadak juga bisa mengalami tanda-tanda kerusakan jaringan otak seperti stroke (kelemahan anggota gerak, gangguan indera).

Tatalaksana

Henti jantung mendadak adalah sebuah kondisi gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera. Apabila menemui pasien yang mengalami kondisi tersebut, segera hubungi 118 untuk meminta pertolongan. Tindakan yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP), yaitu pijat jantung dari luar dan pemberian napas untuk mempertahankan aliran darah kaya oksigen ke organ-organ penting di tubuh. Tindakan ini dapat dilakukan sambil menunggu pertolongan dari pihak medis. Apabila tersedia, Anda dapat menggunakan Automatic External Defibrillator(AED), sebuah alat kejut jantung otomatis yang banyak tersedia di tempat-tempat umum, seperti mall, bandara, stasiun, dan lain-lain. Anda hanya perlu mengikuti petunjuk dari alat ini untuk penggunaannya.

Apabila berada di tempat pelayanan kesehatan, dokter akan mencoba menstabilkan kondisi pasien dengan alat kejut jantung atau obat-obatan untuk mengontrol irama jantung. Selain itu, dokter juga akan melakukan beberapa pemeriksaan untuk mencari kemungkinan penyebab dari henti jantung mendadak tersebut.

Setelah kondisi pasien telah stabil, tim medis akan mendiskusikan dengan pasien mengenai pilihan terapi untuk mencegah henti jantung mendadak berulang di kemudian hari. Apabila telah diketahui penyebabnya, maka terapi harus sesuai dengan penyebab tersebut. Beberapa pilihan terapi yang mungkin diusulkan dokter adalah:

  • Obat-obatan untuk mengontrol irama jantung

  • Defibrilator Kardioverter Implan (DKI): Alat yang dipasang didalam dada untuk mendeteksi irama jantung dan memberikan kejut jantung bila diperlukan. Lihat disini untuk membaca lebih lanjut mengenai DKI.

  • Angioplasti koroner : Membebaskan sumbatan pada arteri jantung sehingga melancarkan aliran darah ke jantung dan mengurangi risiko serangan jantung dan henti jantung mendadak.

  • Operasi jantung : Jika terdapat kelaianan struktur /katup jantung, dapat dilakukan operasi jantung untuk memperbaiki kelainan tersebut.

  • Ablasi jantung : Merusak jaringan jantung yang menjadi sumber terjadinya gangguan irama jantung. Lihat disini untuk membaca lebih lanjut mengenai ablasi jantung.

Jika Anda memiliki penyakit jantung atau pernah mengalami henti jantung mendadak, maka selain obat dan prosedur diatas, Anda juga perlu mempraktikan hidup sehat untuk mengurangi risiko terjadinya henti jantung mendadak. Beberapa hal yang dapat dilakukan seperti,

  • Konsumsi makanan sehat seperti makanan rendah lemak dan tinggi serat

  • Menghindari rokok : merokok meningkatkan risiko fibrilasi ventrikel yang pada akhirnya dapat mengakibatkan henti jantung mendadak

  • Membatasi minuman beralkohol : Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas per hari.

  • Berolahraga secara teratur : Berolahraga seperti jalan cepat atau jogging selama 30 menit setiap harinya dapat membantu memelihara kesehatan jantung.

  • Hindari konsumsi obat-obatan tanpa petunjuk dokter : Beberapa obat-obatan yang sering dikonsumsi masyarakat dapat memicu aritmia, seperti obat asma, obat flu, dan antibiotik tertentu.

  • Hindari stress berlebihan : Lakukan latihan relaksasi untuk mengurangi beban pikiran, seperti latihan bernafas, meditasi, dan lain-lain.

  • Menjaga berat badan ideal


REFERENSI


  1. Understanding Sudden Cardiac Arrest. American College of Cardiology. https://www.cardiosmart.org/SuddenCardiacArrest. Published 2016. Accessed November 9, 2019.

  2. Cardiac Arrest vs. Heart Attack. American Heart Association. https://cpr.heart.org/en/resources/cardiac-arrest-vs-heart-attack. Accessed November 10, 2019.

  3. Sudden Cardiac Arrest. National Heart, Lung, and Blood Institute.

  4. Sudden cardiac arrest. Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sudden-cardiac-arrest/symptoms-causes/syc-20350634. Accessed November 10, 2019.

  5. Wasfy MM, Hutter AM, Weiner RB. Sudden Cardiac Death in Athletes. Methodist Debakey Cardiovasc J. 2016;12(2):76-80. doi:10.14797/mdcj-12-2-76

  6. Sudden Cardiac Death (Sudden Cardiac Arrest): Prevention. Cleveland Clinic. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17522-sudden-cardiac-death-sudden-cardiac-arrest/prevention.

  7. Davis MJE, Hockings BEF, El Dessouky MAM, Hajar HA, Taylor RR. Cigarette smoking and ventricular arrhythmia in coronary heart disease. Am J Cardiol. 1984;54(3):282-285. doi:10.1016/0002-9149(84)90183-8

  8. Plank B, Kutyifa V, Moss AJ, et al. Smoking is associated with an increased risk of first and recurrent ventricular tachyarrhythmias in ischemic and nonischemic patients with mild heart failure: A MADIT-CRT substudy. Hear Rhythm. 2014;11(5):822-827. doi:10.1016/j.hrthm.2014.02.007



32 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page